Riwayat Hidup Nabi Muhammad: Dakwah dan Perjuangan | Sejarah Peradaban Islam
Advertisement
Penawaran Terbatas! Paket Data 25GB Hanya Rp 90.000
Dapatkan kuota besar 25GB untuk semua nomor AS, Loop, dan simPATI hanya dengan Rp 90.000, berlaku selama 30 hari! Internet lancar tanpa khawatir kehabisan kuota, cocok untuk streaming, gaming, dan browsing sepuasnya!
Aktifkan sekarang dan nikmati kebebasan internet!
Read More Beli Paket
Advertisement
1. Sebelum Masa Kerasulan
Nabi Muhammad Saw adalah anggota Bani Hasyim. suatu kabilah yang kurang berkuasa dalam suku Quraisy. Kabilah ini memegang jahatan siqayah. Nabi Muhammad lahir dari keluarga terhormat yang relatif miskin. Ayahnya bernama Abdullah anak Abdul Muthalib, seorang kepala suku Quraisy yang besar pengaruhnya. Ibunya adalah Aminah binti Wahab dari Bani Zuhrah. Tahun kelahiran nabi dikenal dengan namaTahun Gajah (570 M).’ Dinamakan demikian, karena pada tahun itu pasukan Abrahah. gubernur kerajaan Habsyi (Ethiopia), dengan menunggang gajah menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka’bah.
Muhammad lahir dalam keadaan yatim karena ayahnya Abdullah, meninggal dunia tiga bulan setelah dia menikahi Aminah. Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah Sa’diyyah. Dalam asuhannyalah Muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah iu, kurang lebih dua tahun dia berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika berusia enain tahun, dia menjadi yatim piatu. Seakan-akan Allah ingin melaksanakan sendiri pendidikan Muhammad, orang yang dipersiapkan untuk membawa risalah-Nya yang terakhir. Allah bcrfirman: Bukan kah Allah mendapatimu sebagai anak yatim, lalu Dia melindungimu. Dan Allah mendapatimu sebagai orang yang bingung, lalu Dia memberimu petunjuk (QS 93: 6-7).
Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggungjawab merawat Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab se!anjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah secara keseluruhan, tetapi dia miskin.
Dalam usia muda, Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan pengembalaan ini dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Dalam suasana demikian, dia ingin melihat sesuatu di balik semuanya. Pemikiran dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga Ia terhindar dan berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena itu sejak muda ia sudah dijuluki al-amin, orang yang terpercaya.
Nabi Muhammad ikut untuk pertama kali dalam kafilah dagang ke Syria (Syam) dalam usia baru 12 tahun. Kafilah itu dimpin oleh Abu Thalib. Dalam perjalanan ini, di Bushra, sebelah selatan Syria, ia bertemu dengan pendeta Kristen bernama Buhairah. Pendeta ini melihat tanda-tanda kenabian pada Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Sebagian sumber menceritakan bahwa pendeta itu menasihatkan Abu Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki daerah Syria, sebab dikuatirkan orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.’°
Pada usia yang kedua puluh lima, Muhammad berangkat ke Syria membawa barang dagangan saudagar wanita kaya raya yang telah lama menjanda, Khadijah. Dalam perdagangan ini Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan perkawinan segera dilaksanakan. Ketika itu Muhammad berusia 25 tahun dan khadijah 40 tahun. Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama yang masuk Islam dan banyak membantu nabi dalam perjuangan menyebarkan Islam. Perkawinan bahagia dan saling mencintai itu dikarunai enam orang anak dua putra dan empat putri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu Kulsum, dan Fatimah. Kedua putranya meninggal waktu kecil. Nabi Muhammad tidak kawin lagi sampai Khadijah meninggal ketika Muhammad berusia 50 tahun.
Peristiwa penting yang memperlihatkan kebijaksanaan Muhammad terjadi pada saat usianya 35 tahun. Waktu itu bangunan Ka’bah rusak berat. Perbaikan Ka’bah dilakukan secara gotong royong. Para penduduk Makkah membantu pekerjaan itu dengan sukarela. Tetapi pada saat terakhir, ketika pekejaan tinggal mengangkat dan meletakkan hajar aswad di tempatnya semula, timbul perselisihan. Setiap suku merasa berhak melakukan tugas terakhir dan terhormat itu. Perselisihan semakin memuncak, namun akhirnya para pemimpin Quraisy sepakat bahwa orang yang pertama masuk ke Ka’bah melalui pintu Shafa, akan dijadikan hakim untuk memut uskan perkara ini. Ternyata, orang yang pertama masuk itu adalah Muhammad. Ia pun dipercaya menjadi hakim. Ia lantas membentangkan kain dan meletakkan hajar aswad di tengah-tengah, lalu meminta seluruh kepala suku mernegang tepi kain itu dan mengangkatnya bersama-sama. Setelah sampai pada ketinggian tertentu, Muhammad kemudian meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Dengan demikian, perselisihan dapat diselesaikan dengan bijaksana dan semua kepala suku merasa puas dengan cara penyelesaian seperti itu.
2. Masa Kerasulan
Menjelang usianya yang keempat puluh, dia sudah terlalu biasa memisahkan diri dan kegalauan masyarakat, berkontemplasi ke gua Hira, beberapa kilometer di Utara Makkah. Di sana Muhammad mula-mula berjam-jam kemudian berhari-hari bertafakkur. Pada tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, Malaikat Jibril muncul di hadapannya, menyampaikan wahyu Allah yang pertama: bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Dia tetah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu itu Maha Mulia. Dia telah mengajar dengan Qalam. Dia telah mengajar manusia apa yang tidak mereka ketahui (QS 96: 1-5). Dengan turunnya wahyu pertama itu, berarti Muhammad telah dipllih Tuhan sebagai nabi. Dalam wahyu pertama ini, dia belum diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama.
Setelah wahyu pertama itu datang, Jibril tidak muncul lagi untuk beberapa lama, semenara Nabi Muhammad menantikannya dan selalu datang ke gua Hira’. Dalam keadaan menanti itulab turun wahyu yang membawa perintah kepadanya. Wahyu itu berbunyi sebagai berikut: hal orang yang berselimut, bangun, dan beringatlah. Hendaklah engkau besarkan Tuhanmu dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah engkau memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang Iebih banyak dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu bersabarlah (A1-Muddatstsir: 1-7).
Dengan turunnya perintah itu, mulailah Rasulullah berdakwah. Pertama-tama, beliau melakukannya secara diam-diam di lingkungan sendiri dan di kalangan rekan-rekannya. Karena itulah, orang yang pertama kali menerima dakwahnya adalah keluarga dan sahabat dekatnya. Mula-mula istrinya sendiri, Khadijah, kemudian saudara sepupunya Ali bin Abi Thalib yang baru berumur 10 tahun. Kemudian, Abu Bakar, sahabat karibnya sejak masa kanak-kanak. Lalu Zaid, bekas budak yang telah menjadi anak angkatnya. Ummu Aiman, pengasuh nabi sejak ibunya Aminah masih hidup, juga termasuk orang yang pertama masuk Islam. Sebagai seorang pedagang yang berpengaruh, Abu Bakar berhasil mengislamkan beberapa orang teman dekatnya, seperti Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin ‘Auf, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Thalhah bin Ubaidillah. Mereka dibawa Abu Bakar langsung kepada nabi dan masuk Islam di hadapan nabi sendiri.
Dengan dakwah secara diam-diam ini, belasan orang telah memeluk agama Islam. Setelah beberapa lama dakwah tersebut dilaksanakan secara individual turunlah perintah agar nabi menjalankan dakwah secara terbuka. Mula-mula Ia mengundang dan menyeru kerabat karibnya dari Bani Abdul Muthalib. Ia mengatakan kepada mereka “Saya tidak melihat seorang pun di kalangan Arab yang dapat membawa sesuatu ke tengah-tengah mereka lebih baik dan apa yang saya bawa kepada kalian. Kubawakan kepadamu dunia dan akhirat yang terbaik. Tuhan memerintahkan saya mengajak kalian semua. Siapakah di antara kalian yang mau mendukung saya dalam hal ini?’. Mereka semua menolak kecuali Ali.
Langkah dakwah seterusnya yang diambil Muhammad adalah menyeru masyarakat umum. Nabi mulai menyeru segenap lapisan masyarakat kepada Islam dengan terang-terangan, baik golongan bangsawan maupun hamba sahaya. Mula-mula ia menyeru penduduk Makkah, kemudian penduduk negeri-negeri lain. Di samping itu, ia juga menyeru orang-orang yang datang ke Makkah, dari berbagai negeri untuk mengerjakan haji. Kegiatan dakwah dijalankannya tanpa mengenal lelah. Dengan usahanya yang gigih, hasil yang diharapkan mulai terlihat. Jumlah pengikut nabi yang tadinya hanya belasan orang, makin hari makin bertambah. Mereka terutama terdiri dan kaum wanita, budak, pekerja. dan orang-orang yang tak punya. Meskipun kebanyakan mereka adalah orang-orang yang lemah, namun semangat mereka sungguh membaja.
Setelah dakwah terang-terangan itu, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah rasul. Semakin bertambahnya jumlah pengikut nabi, semakin keras tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan Islam itu.’
- Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthatib. Yang terakhir ini sangat tidak mereka inginkan.
- Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui oleh kelas bangsawan Quraisy.
- Para pemimpin Quraisy tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.
- Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab.
- Pemahat dan penjual patung memandang Islam sebagal penghalang rezeki.
Banyak cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad. Pertama-tama mereka mengira bahwa, kekuatan nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat bagaimana melepaskan hubungan nabi dengan Abu Thalib dan mengancam dengan mengatakan: “Kami minta Anda memilih satu di antara dua: memerintahkan Muhammad berhenti dan dakwahnya atau Anda menyerahkannya kepada kami. Dengan demikian, Anda akan terhindar dan kesulitan yang tidak diinginkan” Tampaknya, Abu Thalib cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut, sehingga ia mengharapkan Muhammad menghentikan dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan: “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara akan mengucilkan saya.” Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban kemenakannya itu, kemudian berkata: “Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”.
Merasa gagal dengan cara ini, kaun Quraisy kemudian mengutus Walid ibn Mughirah dengan membawa Umarah ibn Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan, untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad. Walid bin Mughirah berkata kepada Abu Thalib: “Ambillah dia menjadi anak Saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh.” Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib.
Untuk kali berikutnya, mereka langsung kepada Nabi Muhammad. Mereka mengutus Utbah ibn Rabiah, seorang ahli retorika, untuk membujuk nabi. Mereka menawarkan tahta, wanita, dan harta asal Nabi Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Muhammad dengan mengatakan: “Demi Allah, biar pun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini, hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya.”
Setelah cara-cara diplomatik dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum Quraisy gagal, tindakan-tindakan kekerasan secara fisik yang sebelumnya sudah dilakukan semakin ditingkatkan. Tindakan kekerasan itu lebih intensif dilaksanakan setelah mereka mengetahui bahwa di lingkungan rumah tangga mereka sendiri sudah ada yang masuk Islam. Budak-budak yang selama ini mereka anggap sebagai harta, sekarang sudah ada yang masuk Islam dan mempunyai kepercayaan yang berbeda dengan tuan mereka. Budak-budak itu disiksa tuannya dengan sangat kejam. Para pemimpin Quraisy juga mengharuskan setiap keluarga untuk menyiksa anggota keluarganya yang masuk Islam sampai dia murtad kembali.
Kekejaman yang dilakukan oleh penduduk Makkah terhadap kaum Muslimin itu, mendorong Nabi Muhammad untuk mengungsikan sahabat-sahabatnya ke luar Makkah. Pada tahun kelima kerasulannya, nabi menetapkan Habsyah (Ethiopia) sebagai negeri tempat pengungsian, karena Negus (raja) negeri itu adalah seorang yang adil. Rombongan pertama sejumlah sepuluh orang pria dan empat orang wanita, di antaranya Usman bin Affan beserta istrinya Rukayah puteri Rasulullah, Zubair ibn Awwam dan Abdurrahnian ibn ‘Auf. Kemudian, menyusul rombongan kedua sejumlah hampir seratus orang, dipimpin oleh Ja’far ibn Abu Thalib. Usaha orang-orang Quraisy untuk menghalangi hijrah ke Habsyah ini, termasuk membujuk Negus agar menolak kehadiran umat Islam di sana, gagal. Di samping itu, semakin kejam mereka memperlakukan umat Islam, semakin banyak orang yang masuk agama ini. Bahkan, di tengah meningkatnya kekejaman itu, dua orang kuat Quraisy masuk Islam, Hamzah dan Umar ibn Khathab. Dengan masuk Islamnya dua tokoh besar ini posisi umat IsIam semakin kuat.
Menguatnya posisi umat Islam memperkeras reaksi kaum musyrik Quraisy. Mereka menempuh cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pada perlindungan Bani Hasyim. Dengan demikian, untuk melumpuhkan kaum Muslimin yang dipimpin oleh Muhammad mereka harus melumpuhkan Bani Hasyim terlebih dahulu secara keseluruhan. Cara yang ditempuh ialah pemboikotan. Mereka memutuskan segala bentuk hubungan dengan suku ini.Tidak seorang penduduk Makkah pun diperkenankan melakukan hubungan jual beli dengan Bani Hasyim. Persetujuan dibuat dalam bentuk piagam dan ditandatangani bersama dan disimpan di dalam Ka’bah. Akibat boikot tersebut, Bani Hasyim menderita kelaparan, kemiskinan, dan kesengsaraan yang tak ada bandingannya. Untuk meringankan penderitaan itu, Bani Hasyim akhirnya pindah ke suatu lembah di luar kota Makkah. Tindakan pemboikotan yang dimulai pada tahun ke-7 kenabian ini berlangsung selama tiga tahun. ini merupakan tindakan paling menyiksa dan melemahkan umat Islam.
Pemboikotan itu baru berhenti setelah beberapa pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan sungguh suatu tindakan yang keterlaluan. Setelah boikot dihentikan, Bani Hasyim seakan dapat bernapas kembali dan pulang ke rumah masing-masing. Namun, tidak lama kemudian Abu Thalib, paman Nabi yang merupakan pelindung utamanya, meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu, Khadijah. istri Nabi, meninggal dunia pula. Penistiwa itu terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi Nabi Muhammad Saw. Sepeninggal dua pendukung itu, kafir Quraisy tidak segan-segan lagi melampiaskan nafsu amarahnya terhadap nabi. Melihat reaksi penduduk Makkah demikian rupa, nabi kemudian berusaha menyebarkan Islam ke Iuar kota. Namun, di Thaif ia diejek, disoraki, dan dilempari batu, bahkan sampai terluka di bagian kepala dan badannya.
untuk menghibur nabi yang sedang ditimpa duka, Allah mengisra dan memikrajkan beliau pada tabun ke- 10 kenabian itu. berita tentang Isra’ dan mikraj ini menggemparkan masyarakat Makkah. Bagi orang kufir, Ia dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan nabi. Sedangkan, bagi orang yang beriman, Ia merupakan ujian keimanan.
Setelah peristiwa Isra’ dan mikraj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam muncul. Perkembangan datang dan sejumlah pcnduduk Yatsnib yang berhaji ke Makkah. Mereka yang terdiri dan suku ‘Aus dan Khazraj, masuk Islam dalam tiga gelombang. Pertama, pada tahun kesepuluh kenabian, beberapa orang Khazraj berkata kepada nabi: “Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, yaitu antara suku Khazraj dan Aus. Mereka benar-benar merindukan perdamaian. Kiranya Tuhan mempersatukan mereka kembali dengan perantaraan engkau dan ajaran-ajaran yang engkau bawa. Oleh karena itu, kami akan berdakwah agar mereka mengetahui agama yang kami terima dan engkau ini.” Mereka giat mendakwahkan islam di Yatsrib. Kedua, pada tahun keduabelas kenabian delegasi Yatsrib, terdiri dan sepuluh orang suku Khazraj dan dua orang suku Aus serta seorang wanita menemul nabi di suatu tempat bernama Aqabah. Di hadapan nabi mereka menyatakan ikrar kesetiaan. Rombongan ini kemudian kembali ke Yastrib sebagai juru dakwah dengan ditemani oleh Mus’ab bin Umair yang sengaja diutus nabi atas permintaan mereka. Ikrar ini disebut dengan perjanjian ‘Aqabah Pertama’. Pada musim haji berikutnya,jamaah haji yang datang dan Yastrib berjumlah 73 orang. Atas nama penduduk Yatsrib, mereka meminta pada nabi agar berkenan pindah ke Yatsnb. Mereka berjanji akan membela nabi dan segala ancaman. Nabi pun menyetujui usul yang mereka ajukan. Perjanjian ini disebut perjanjian Aqabah kedua’.
Setelah kaum musyrikin Quraisy mengetahui adanya perjanjian antara nabi dan orang-orang Yatsrib itu, mereka kian gila melancarkan intimidasi terhadap kaum Muslimin. Hal ini membuat nabi segera memerintahkan para sahabatnya untuk hijrah ke Yatsrib. Dalarn waktu dua bulan, hampir semua kaum Muslimin, kurang lebih 150 orang, telah meninggalkan kota Makkah. Hanya Ali dan Abu Bakar yang tetap tinggal di Makkah bersama nabi. Keduanya membela dan menemani nabi sampai ia pun berhijrah ke Yatsrib karena kafir Quraisy sudah merencanakan akan membunuhnya.
Dalam perjalanan ke Yatsrib nabi ditemani oleh Abu Bakar. Ketika tiba di Quba, sebuah desa yang jaraknya sekitar lima kilometer dan Yatsrib, nabi istirahat beberapa hari lamanya. Dia menginap di rumah Kalsum bin Hindun. Di halaman rumah ini nabi membangun sebuah masjid. Inilah masjid pertama yang dibangun nabi, sebagai pusat peribadatan. Tak lama kemudian, Ali menggabungkan diri dengan nabi, setelah menyelesaikan segala urusan di Makkah. Sementara itu, penduduk Yatsrib menunggu-nunggu kedatangannya. Waktu yang mereka tunggu tunggu itu tiba. Nabi memasuki Yatsrib dan penduduk kota ini mengelu-elukan kedatangan beliau dengan penuh kegembiraan.
Sejak itu, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama kota Yatsrib diubah menjadi Madinatun Nabi (Kota Nabi) atau sering pula disebut Madinatul Munawwarah (Kota yang Bercahaya), karena dari sanalah sinar Islam memancar ke seluruh dunia. Dalam istilah sehari-hari, kota ini cukup disebut Madinah saja.
Advertisement