Pendahuluan Sejarah Peradaban Islam | Dirasah Islamiyah II | Dr. Badri Yatim, M.A
Advertisement
Penawaran Terbatas! Paket Data 25GB Hanya Rp 90.000
Dapatkan kuota besar 25GB untuk semua nomor AS, Loop, dan simPATI hanya dengan Rp 90.000, berlaku selama 30 hari! Internet lancar tanpa khawatir kehabisan kuota, cocok untuk streaming, gaming, dan browsing sepuasnya!
Aktifkan sekarang dan nikmati kebebasan internet!
Read More Beli Paket
Advertisement
Pendahuluan Sejarah Peradaban Islam | Dirasah Islamiyah II | Dr. Badri Yatim, M.A - Peradaban Islam adalah terjemahan dan kata Arab al-Hadharah al-lslamiyyah. Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan Kebudayaan Islam. “Kebudayaan” dalam bahasa Arab adalah al.Tsaqãfah. Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masib banyak orang yang mensinonimkan dua kata ‘kebudayaan’ (Arab, al-Tsaqãfah; Inggris, culture) dan “peradaban (Arab, al-Hadhãrah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang. kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan, mani festasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni, sastra, religi (agama), dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi, dan teknologi.’
Menurut Koentjaranigrat, kebudayaan paling tidak mempunyai tiga wujud, (1) wujud ideal, yaltu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide-ide, gagasan, nilal-nilal, norma norma peraturan, dan sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
‘Effat At-Sharqawi, Filsafat Kebu4ayaan Islam, (Bandung: Penerbit Pustaka. 1986), hIm. 5.
berpola dan manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.2 Sedangkan, istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian bagian dan unsur-unsur dan kebudayaan yang halus dan indah. Menurutnya, peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan komp1eks.3 Jadi, kebudayaan menurut definisi pertana, adalah wujud ideal dalam definisi Koentjaraningrat, sementara menurut definisi terakhir, kebudayaan mencakup juga peradaban, tetapi tidak sebaliknya.
Dalam pengertian itulah peradaban yang dimaksud dalam buku ini. Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang, bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. Ia dengan cepat bergerak mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan, dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang. Bahkan, kemajuan Barat pada mulanya bersumber dan peradaban Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. Islam memang berbeda dan agama-agama lain. H.A.R. Gibb di dalam bukunya Whither Islam menyatakan, “islam is indeed much more than a system of theology, it is a complete civilization” (Islam sesungguhnya Iebih dari sekadar sebuah agama, ia adalah suatu peradaban yang sempurna). Karena ya.ng menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.4
Landasan “peradaban Islam” adalah “kebudayaan Islam” terutama wujud idealnya, sementara 1andasan “kebudayaan Islam” adalah agama. Jadi, dalam Islam, tidak seperti pada
‘Koentjariningrat, Kebudayaoii, Meiualitas, dan Pembangunan (Jakarta:
Gramedia. 1985), hIm. 5.
‘!bidL, hIm. 10.
‘M. Natsir, Capita Selecta, (Bandung: N.Y. Penerbitan W. van Hoeve, tanpa cahun), hIm. 4.
masyarakat yang menganut agama “bumi” (nonsamawi), agama bukanlah kebudayaan tetapi dapat melahirkan kebudayaan. Kalau kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia, maka agama Islam adalah wahyu dan Tuhan.
Dengan mengambil tema “peradaban”, tidak berarti bahwa masalah-masalah yang menyangkut “kebudayaan” Islam menjadi tidak penting dalam studi Islam (Dirasah lslamiyah), bahkan penting sekali, karena ia merupakan .landasannya. Akan tetapi, meskipun tidak seluruhnya dibahas secara historis, semuanya tercakup dalam Dirasah Islamiyah. Di dalam Islam, sumber nilai adalah Aiquran dan Hadis yang dipelajani dalam buku Dirasah Islamiyah I (Aiquran dan Hadis). Hukum yang juga terrhasuk dalam wujud ideal kebudayaan dibahas dalam Dirasah IsJamiyah III (Hukum Islam dan Pranata Sosial). Aspek ide, gagasan, dan pemikiran terkandung di dalam Dirasab Islamiyah IV (flmu Kalam, Falsafah Islam, dan Tasawuf/Akhlak) dan V (Pemikiran Modern Dalam Islam);
Banyak penulis Barat yang mengidentikkan “kebudayaan” dan “peradaban” Islam dengan “kebudayaan” dan “peradaban” Arab. Untuk masa klasik, pendapat itu mungkin dapat dibenarkan, meskipun sebenarnya antara “Arab” dan “Islam” tetap bisa dibedakan. Karena, pada masa itu pusat pemerintahan hanya satu dan untuk beberapa abad sangat kuat. Peran bangsa Arab di dalamnya sangat dominan. Semua wilayah kekuasaan Islam menggunakan bahasa yang satu, bahasa Arab, sebagai bahasa administrasi. Semua ungkapan-ungkapan budaya juga diekspresikan melalui bahasa Arab, meskipun ketika itu bangsab angsa non-Arab juga sudah mulai berpartisipasi dalam membina suatu “kebudayaan” dan ‘peradaban”. Apalagi, orang orang nonmuslim juga banyak menyumbangkan karya budayanya. Pada masa klasik memang terwujud apa yang dinamakan dengan kesatuan budaya Islam. Akan tetapi pada masa sesudahnya, yaitu pada Periode Pertengahan dan Periode Modern, sudah terdapat “kebudayaan-kebudayaan” dan ‘peradaban-peradaban” Islam.
Walaupun pada masa pertengahan umat Islam masih memandang bahwa tanah airnya adalab satu, yaitu wilayah kekuasaan Islam, agama masih dilihat sebagal tanah air dan kewarganegaraan. Hal itu bukan saja karena terjadi disintegrasi kekuatan politik Islam ke dalam beberapa kerajaan dalam wilayah yang sangat luas, tetapi terutama karena ungkapan. ungkapan kebudayaan dan peradaban tidak lagi diekspresikan melalui satu bahasa. Bahasa administrasi pemerintahan emerintahan Islam sudah berbeda-beda, seperti Persia, Turki, Urdu di India, dan Melayu di Asia Tenggara. Bahkan, peran Arab sudah jauh menurun. Tiga kerajaan besar Islam pada Periode Pertengahan tidak satu pun yang dikuasai oleh bangsa Arab. Apalagi, karena Islam disebarkan secara damai, maka Islam dengan sangat toleran memperlakukan kebudayaan setempat, sejauh tidak menyimpang dan prinsip-prinsip ajaran. Bahkan pada mulanya, yang juga masih terlihat hingga sekarang, ajarana jaran Islam yang berkembaj di berbagai daerah terpengaruh oleh kebudayaan lokal.
Namun, meskipun sejak Periode Pertengahan, sudah terdapat ‘kebudayaan-kebudayaan” dan “peradaban-peradaban” Islam, semuanya masih dipersatukan oleh Islam yang merupakan landasan bersama. Oleb karena itu, “kebudayaan kebudayaan” dan “peradaban-peradahan” Islam itu dapat disebut dengan “Kebudayaan Islam” dan “Peradaban Islam”.
Walaupun pada masa pertengahan umat Islam masih memandang bahwa tanah airnya adalab satu, yaitu wilayah kekuasaan Islam, agama masih dilihat sebagal tanah air dan kewarganegaraan. Hal itu bukan saja karena terjadi disintegrasi kekuatan politik Islam ke dalam beberapa kerajaan dalam wilayah yang sangat luas, tetapi terutama karena ungkapan. ungkapan kebudayaan dan peradaban tidak lagi diekspresikan melalui satu bahasa. Bahasa administrasi pemerintahan emerintahan Islam sudah berbeda-beda, seperti Persia, Turki, Urdu di India, dan Melayu di Asia Tenggara. Bahkan, peran Arab sudah jauh menurun. Tiga kerajaan besar Islam pada Periode Pertengahan tidak satu pun yang dikuasai oleh bangsa Arab. Apalagi, karena Islam disebarkan secara damai, maka Islam dengan sangat toleran memperlakukan kebudayaan setempat, sejauh tidak menyimpang dan prinsip-prinsip ajaran. Bahkan pada mulanya, yang juga masih terlihat hingga sekarang, ajarana jaran Islam yang berkembaj di berbagai daerah terpengaruh oleh kebudayaan lokal.
Namun, meskipun sejak Periode Pertengahan, sudah terdapat ‘kebudayaan-kebudayaan” dan “peradaban-peradaban” Islam, semuanya masih dipersatukan oleh Islam yang merupakan landasan bersama. Oleb karena itu, “kebudayaan kebudayaan” dan “peradaban-peradahan” Islam itu dapat disebut dengan “Kebudayaan Islam” dan “Peradaban Islam”.
Kajian tentang “peradaban” Islam sekarang ini memang sudah menganut pendapat bahwa kebudayaan Islam tidak lagi satu, tetapi sudah terdapat beberapa “peradaban” Islam. Akan tetapi, tampaknya “peradaban-peradaban” Islam yang disorot dalam kajian-kajian Islam sampai waktu belum lama ini hanya terbatas pada empat “peradaban” Islam yang dominan. Semuanya sangat berkaitan dengan empat kawasan, yaitu kawasan pengaruh kebudayaan Arab (Timur Tengah dan Afrika Utara, termasuk Spanyol Islam), kawasan pengaruh kebudayaan Persia (Iran dan negara-negara Islam Asia Tengah), kawasan pengaruh kebudayaan Turki, dan kawasan pengaruh kebudayaan India Islam.
Hal ini, tampaknya, sangat ditentukan oleh perkembangan politik Islam sampai Periode Pertengahan. Kalau pada Periode Klasik, peran Arab sangat menonjol karena memang Islam hadir di sana, maka pada Periode Pertengahan muncul tiga kerajaan besar Islam yang mewakili tiga kawasan budaya, yaitu kcrajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Kerajaan-kerajaan Islam yang lain, meski juga ada yang cukup besir, tetapi jauh lebih Iemah bila dibandingkan dengan tiga kerajaan ini, bahkan berada dalam pengaruh salah satu di antaranya. Kajian politik rupanya masih sangat besar mempengaruhi kajian kebudayaan dan peradaban.
Studi Islam seperti ini, maksudnya kajian Islam yang masih membatasi empat kawasan itu, masih terlihat dalam tulisan-tu1ian ilmuwan kontemporer yang mengkaji persoalan keislaman. Akan tetapi, sekarang kawasan itu menjadi luas dengan ditambahkannya Asia Tenggara sebagal kawasan baru dalam studi keislaman, di antaranya Indonesia.
Hal ini, tampaknya, sangat ditentukan oleh perkembangan politik Islam sampai Periode Pertengahan. Kalau pada Periode Klasik, peran Arab sangat menonjol karena memang Islam hadir di sana, maka pada Periode Pertengahan muncul tiga kerajaan besar Islam yang mewakili tiga kawasan budaya, yaitu kcrajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Kerajaan-kerajaan Islam yang lain, meski juga ada yang cukup besir, tetapi jauh lebih Iemah bila dibandingkan dengan tiga kerajaan ini, bahkan berada dalam pengaruh salah satu di antaranya. Kajian politik rupanya masih sangat besar mempengaruhi kajian kebudayaan dan peradaban.
Studi Islam seperti ini, maksudnya kajian Islam yang masih membatasi empat kawasan itu, masih terlihat dalam tulisan-tu1ian ilmuwan kontemporer yang mengkaji persoalan keislaman. Akan tetapi, sekarang kawasan itu menjadi luas dengan ditambahkannya Asia Tenggara sebagal kawasan baru dalam studi keislaman, di antaranya Indonesia.
Di dalam buku ini, meski kajian sejarah Islam di Indonesia mendapat porsi yang besar, tetapi terlihat sekali bahwa Ia belum termasuk dalam satu kesatuan kajian sejarah peradaban Islam. Kalau empat kawasan budaya Islam tersebut termasuk daiam kajian sejarah peradaban dunia Tslam, maka Indonesia dibahas dalam bagian tersendiri. Islam di Indonesia sebenarnya sudah berkembang pada Periode Pertengahan Sejarah islam (1250- 1800 M), tetapi kajiannya terpisah dan pembahasan periode itu. Pada Periode Pertengahan, pembahasan yang paling banyak mendapat tempat adalah percaturan pohtik di “pusat” Islam dan peradaban yang dibina oleh dinasti-dinasti yang kebetulan berhasil memegang hegemoni politik, serta tiga kerajaan besar Islam (Usmani, Safawi, dan Mughal) dan peradaban yang dibinanya.
Pembahasan sejarah perkembangan peradaban Islam yang sangat panjang dan luas itu tidak bisa dilepaskan dan pembahasan sejarah perkembangan politiknya. Bukan saja karena persoalan-persoalan politik sangat menentukan perkembangan aspek-aspek peradaban tertentu seperti akan terlihat dalam pembahasan buku ini, tetapi terutama karena sistem politik dan pemerintahan itu sendiri merupakan salah satu aspek penting dan peradaban. sebagaimana disebutkan di atas. Karena itulah, uraian sejarah politik Islam dalam buku ini sangat dominan, sementara aspek-aspek lain tampak hanya terikut di dalamnya, seperti sistem pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan seni bangunan.
Sejarah politik dunia Islam dibagi menjadi tiga periode:
Pertama, periode klasik (650-1250 M); kedua, periode pertengahan (1250-1800 M); dan periode modern (1800 sampai sekarang). Pembahasan tiap-tiap periode, dalam buku ini, jelas tidak seimbang. Priode pertama, sebagaimana periode kedua, dibahas dalam tiga bab, sementara peniode ketiga dibahas hanya dalam satu bab. Panjangnya pembahasan priode pertama memang diperlukan karena pada periode inilab terjadi apa yang disebut dengan “masa keemasan sejarah Islam. Sebagal masa keemasan, Ia seringkali dijadikan tolok ukur dan rujukan keteladanan. Masa Nabi Muhammad Saw. yang hanya benlangsung kurang lebih 23 tahun bahkan dibahas dalam satu bab karena alasan yang sama.
Berbeda dengan pembabakan sejarah dunia Islam yang sudah cukup mapan, periodisasi sejarah Islam di Indonesia belum lagi jelas. Hal itu terutama karena karya-karya sejarah Islam di Indonesia yang memaparkan secara lengkap masih sangat Iangka. Karya sejarah Islam di Indonesia yang dapat dikatakan lengkap dan rnenyeluruh adalah karya Hamka, Sejarah Umar Islam, Jilid IV; karya Uka Tjandrasasmita (Ed.), Sejarah Nosional ii!, dan Taufik Abdullah (Ed.), Sejarah Ummat islam Indonesia. Buku Sejarah Nasional III sama sekali tidak membagi sejarah Islam di Indonesia menjadi beberaPa periode a justru menjadi periode tersendiri dalam sejarah nasional Indonesia, yaitu kira-kira abad ke-13 sampai abad ke-18. Han1 membagi sejarah Islam di Indonesia menjadi 7 peri0d yaitu (1) abad ke-7, 8 dan 9, (2) abad ke-lO, 11, dan 12, (3) abad ke-13, 14 dan 15, (4) abad ke 16, (5) abad ke-17, (6) abad ke-18 dan 19,dan (7) dari awal sampai pertengabari abad ke-20.’ Sementara itu, Taufik Abdullah dan kawan-kawan dalarn buku Sejarah Umar islam indonesia, — kalau dapat dikatalcan pembagian babb ab pembahasan dipandang sebagai periodisasi — membagi sejarab Islam Indonesia ke dalam 8 periode, tiga sebelum dan lima pada abad ke-20, yaitu: (1) penyebaran Islam hingga berdinnya kerajaan Islam, (2) kerajaan-kerajaan Islam di Indon esia, (3) Islam melawan ekspansi Barat, (4) pergerakan kebangsaan dan politik kemerdekaan, (5) Perang Asia Timur Raya, (6) Revolusi dan Perang kemerdekaan, (7) perdebatan ideologi dan kemelut politik (masa Demokrasi Liberal hingga Demokrasi Terpimpin), dan (8) ke arah ketetapan baru (masa Orde Barn).6 Historiografi (modern) Islam di Indonesia memang masih dalam perkembangan awal.
Memang sulit rnenentukan pembabakan sejarah Islam di Indonesia karena wilayahnya ikup luas sehingga perkembangan sejarah antara saru daerah dan daerah yang lain berbeda-beda. inisalnya, kalau kerajaan Islam pertama di Indonesia, Samudera Pasai di Aceh sudah dianeksasi oleh kerajaan Aceh Daxussalam tahun 1524, di Jawa, kerajaan Islam pada saat yang sama baru berdiri, sementara di Sulawesi masih menunggu lebih setengah abad kemudian. Namun demikian, buku ml den gan sega]aketerbat asannya mencoba membuat periodisasi sebagai berikut: (1) Kedatangan Islam di Indonesia, (2) Kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia Sebelum Penjajahan Belanda, (3) Kerajaan.kerajaan islam di Indonesia zaman Penjajahan Belancla, dan (4) Islam di Indonesia zaman Modem dan Konternporet.
Periodisasi tersendiri bagi sejarah islam di Indonesia menunj ukkan bahwa Ia be)um terkait erat dan menyatu dalam kajian
‘A. Mukti All. Penulisafl Sejarah Islam cli IndoneSia: Pembahaan Masalah Metodologi. dalam A. Mu’in Um’, dkk (Ed.). Penutiswi Sejarak Islam di 1ndo’iesa dalane Sorota’t, (YogyakalU: Oua Dimeflhi, 1985), him. 20-22.
Baca Taufik Abduliah (Ed), Sejarah Uma? Ijiam Indonesia, (Jakarta MU!. )99J).
Sejarab Dunia Islam, yang dalam buku ini masih sangat terpengar uh oleh kajian sejarah dunia Islam konvensional. Akan tetapi, perkembangan sejarah Islam di Asia Tenggara, termasuk Indones ia, tampaknya memang khas Asia Tenggara. Ia tumbuh dan berkembang secara damai melalui dunia perdagangan, terlepas dad campur tangan kerajaan-kerajaan besar Islam di Timur Tengah atau kawasan lainnya. Oleh karena itu, kebudayaan dan peradabannya juga khas Indonesia.
Advertisement