Dinasti Bani Abbasiyah | Masa Kemajuan Islam | Review Buku Badri Yatim | [SPI] Sejarah Peradaban Islam
Advertisement
Penawaran Terbatas! Paket Data 25GB Hanya Rp 90.000
Dapatkan kuota besar 25GB untuk semua nomor AS, Loop, dan simPATI hanya dengan Rp 90.000, berlaku selama 30 hari! Internet lancar tanpa khawatir kehabisan kuota, cocok untuk streaming, gaming, dan browsing sepuasnya!
Aktifkan sekarang dan nikmati kebebasan internet!
Read More Beli Paket
Advertisement
KHILAFAH BANI ABBAS
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah. Dinamakan khilafah Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oLeh Abdullah Al Saffah ibn Muhammad ibn ini ibn Abdullah ibn Al-Abass. Kekuasaannya berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun 132 H (750 M) s.d. 656 II (1258 M). Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,. sosial dan budaya. Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan biasan ya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
- Periode Pertama (132 H1750 M - 232 H)847 M) disebut periode pengaruh Persia pertama.
- Periode Kedua (2321H/847 M - 334 /J945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.
- Periode Ketiga (334 H/945 M - 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua.
- Periode Keempat (447 11/1055 M - 590 11/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemeritahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh Turki kedua.
- Periode Kelima (590 H11194 M - 656 1111258 M), masa khalifah bebas dan pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Bagdad.
Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus. Di sisi lain, kemakmuran, masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani Abbas mulai menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
Masa pemerintahan Abu Al-Abbas, pendiri dinasti ini,sangat singkat, yaitu dari tahun 750 M sampai 754 M. Karena itu, pembina sebenarnya dari daulat Abbasiah adalah Abu Ja’far Al Manshur (754-775 M). Dia dengan keras menghadapi lawan lawannya dari Bani Umayyah, Khawaiij, dan juga Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekusaan. Untuk mengamankan kekuasaannya, tokoh-tokoh besar yang mungkin menjadi saingan baginya satu per satu disingkirkannya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya adalah pamannya sendiri yang ditunjuk sebagai gubernur oleh khalifah sebelumnya di Syria dan Mesir, karena tidak bersedia membaiatnya, dibunuh oleh Abu Muslim Al-Khurasani atas perintah Abu Ja'far. Abu Muslim sendiri karena dikhawatirkan akan menjadi pesaing baginya, dihukum mati pada tahun 755 M.
Pada mulanya, ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun, untuk lebih memantapkan dan nienjaga stabilitas negara yang baru berdiri itu, Al-Mansur memindahkan ibu kota negara ke kota yang baru dibangunnya, Bagdad, dekat bekas ibu kota Persia, Ctesiphon, tahun 762 M. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah bangsa Persia. Di ibu kota yang baru ini Al-Manshur melakukan konsolidasi dan Penertiban pemerintahannya. Dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki jabatan di lembaga eksekutif dan yudikatif. Di bidang pemerintahan, dia menciptakan tradisi baru dengan mengangkat Wazir sebagai koordinator departemen, Wazir pertama yang diangkat adalah Khalid bin Barmak, berasal dan Balkh, Persia. Dia juga membentuk lembaga protokol negara, sekretaris negara, dan kepolisian negara di samping membenahi angkatan bersenjata. Dia menunjuk Muhammad ibn Abd Al Rahman sebagai hakim pada lembaga kehakiman negara. Jawatan pos yang sudah ada sejak masa dinasti Bani Urnayyah di tingkatkan peranannya dengan tambahan tugas. Kalau dulu hanya sekedar untuk mengantar surat, pada masa Al-Manshur, jawatan pos ditugaskan untuk menghimpun seluruh informasi di daerah-daerah, sehingga administrasi kenegaraan dapat berjalan lancar. Para direktur jawatan pos bertugas melaporkan tingkah laku gubernur setempat kepada khalifah.
Khalifah Al-Manshur berusaha menaklukkan kembali daerah-daerah yang sebelumnya membebaskan diri dari pemerintah pusat, dan memantapkan keamanan di daerah perbatasan. Di antara usaha-usaha tersebut adalah merebut benteng-benteng di Asia., kota Malatia, wilayah Coppadocia, dan Cicilia pada tahun 756-758 M. Ke Utara, bala tetaranya melintasi pegunungan Taurus dan mendekati selat Bosporus. Di pihak lain, dia berdamai dengan kaisar Constantine V dan selama genjatan senjata 758-765 M, Bizantium membayar upeti tahunan. Bala tentaranya juga berhadapan dengan pasukan Turki Khazar di Kaukasus, Daylami di laut Kaspia,TUrki di bagian lain Oksus dan India.
Pada masa Al-Mansur, pengertian khalifah kembali berubah. Dia berkata, “lnnamma anã sulthanu Allah fi ardhihi’ (sesungguhnya saya adalah kekuasaan Tuhan di bumi-NYa’. Dengan demikian. konsep khilafah dalam pandangannYa dan berlanjut ke generasi sesudahnya yang merupakan mandat dari Allah, bukan dari manusia, bukan pula sekadar pelanjut nabi sebagaimana pada masa al-Khulafãt al-Rasyadün. Di samping itu, berbeda dari daulat Umayyah, khaliah-khalifah Abbasiyah memakai “gelar tahta”, seperti Al-Manshur adalab “gelar tahta” Abu Ja’far. “gelar tahta” itu lebih populer daripada nama yang sebenarnya.
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulat Abbasiyah diletakkan dan dibangun oleh Abu Al-Abbas dan Abu Ja’far Al-Manshur, maka, puncak keemasan dan dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu
- Al-Mahdi (775-785 M),
- al-Hadi (775-786 M),
- Harun Al-Rasyid (786-809 M),
- Al-Ma’mun (813-833 M),
- Al Mu’tashim (833-842 M),
- Al-Wasiq (842-847 M), dan
- Al-Mutawakkil (847-861 M).
Pada masa Al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga, dan besi. Terkecuali itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi pelabuhan yang penting.
Popularitas daulat Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun Al-Rasyid (786-809 M) dan puteranya AI-Ma’mun (813-833 M). Kekayaan yang banyak dimanfaatkan Harun Al Rasyid untuk keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter, dan farmasi didirikan. Pada masanya, sudah terdapat paling tidak sekitar 800 orang dokter. Di sampiing itu, pemandian pemandian umum juga dibangun. Tingkat kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini. Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempaikan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi. Al-Mamun, pengganti Al-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen dan penganut agama lain yang ahli. Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting adalah pembangunan Bait al-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa A1-Ma’mun inilah Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Mu’tashim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan mereka dinilai sebagai tentara pengawal. Tidak seperti pada masa daulat Umayyah, dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan. Praktik orang-orang muslim mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani Abbas menjadi sangat kuat.
Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dan luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi aI-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindik di Persia, gerakan Syiah, dan konflik antar bangsa serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
Dari gambaran di atas terlihat bahwa, dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pmbinaan peradaban dan kebudayaan Islam danipada perluasan wllayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Di samping itu, ada pula ciri-ciri menonjol dinasti Bani Abbas yang tak terdapat dl zaman Bani umayyah.
- Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dan pengaruh Arab. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab. Dalam periode pertamna dan ketiga, pemerintahan Abbasiyah, yang mempunyai pengaruh kebudayaan Persia yang sangat kuat dan pada periode kedua dan keempat, bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pementahan dinasti ini.
- Dalam penye1enggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
- Ketentaraan profesional baru terbentuk pada masa pemerintahan Bani Abbas. Sebelumnya, tidak ada tentara khusus yang profesional.
Sebagaimana diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjtdi pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak bearti seluruhnya berawal dan kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. sebagian di antaranya sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya, di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga pendidikan terdIri dan dua tingkat:
- Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti; tafsir, hadis, fiqih, dan bahasa.
- Tingkat pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seseorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah rumah ulama di bersangkutan. Bagi anak penguaa, pendidIkan bisa berlangsung di istana ataU di rumah penguasa tersebut dengan mermanggil ulama ahli ke sana.
Lembaga-Iembaga ini kemudian berkembang pada masa pemerintahan Bani Abbas, dengan berdirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis, dan berdiskusi.
Perkembangan lembaga pendidikan itu mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan. Di samping itu, kemajuan itu paling tidak, juga ditentukan oleh dua hal, yaitu:
- Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan Bani Abbas. bangsa-bangsa non-Arab banyak yang masuk Islam. Asimilasi berlangsung secara efektif dan bernilai guna. Bangsa-bangsa itu memberi saham tertentu dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam Islam. Pengaruh Persia, sebagaimana sudah disebutkan, sangat kuat di bidang pemerintahan. Di samping itu, bangsa Persia banyak berjasa dalam perkembangari ilmu, filsafat, dan sastra. Pengaruh India terlihat dalam bidang kedokteran, ilmu matematika, dan astronomi. Sedangkan, pengaruh Yunani masuk melalui terjemahan-terjenlahan dalam banyak bidang ilmu, terutama filsafat.
- Gerakan terjemahan yang berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah Al-Manshur hingga Harun Al Rasyid. Pada fase ini yang banyak diterjemahkan adalah karya-karya dalam bidang astronomi dan manthiq. Fase kedua berlangsung mulal masa khalifah AI Ma’mUn hingga tahun 300 H. Buku-bUkU yang banyak diterjemahkan adalah dalam bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H, terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang-bidang ilmu yang diterjemahkan semakin meluas.
Pengaruh dan kebudayaan bangsa yang sudah maju tersebut, terutama melalui gerakan terjemahan, bukan saja membawa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan umum, tetapi juga ilmu pengetahuan agama. Dalam bidang tafsir, sejak awal sudah dikenal dua metode, penafsiran pertama, tafsir bi al-ma’tsur, yaitu interpretasi tradisional dengan mengambil interpretasi dari nabi dan para sahabat. Kedua, Tafsir bi al-ra ‘yi, yaitu metode rasional yang lebih banyak bertumpu kepada pendapat dan pikiran daripada hadis dan pendapat sahabat. Kedua metode ini memang berkembang pada masa pemenintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra ‘yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fiqih dan terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan umat Islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
Imam-imam mazhab hukum yang empat hidup pada masa pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu Hanifah (700-767 M) dalam pendapat-pendapat hukumnya dipengaruhi oleh perkembangan yang terjadi di Kufah, kota yang berada di tengah tengah kebudayaan Persia yang hidup kemasyarakatannya telah mencapai tingkat kemajuan yang Iebih tinggi. Karena itu, mazhab ini Jebih banyak menggunakan pemikiran rasional daripada hadis. Muridnya dan sekaligus pelanjutnya, Abu Yusuf, menjadi Qadhi al-Qudhar di zaman Harun Al-Rasyid.
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam Malik (713-795 M) banyak menggunakan hadis dan tradisi masyarakat Madinah. Pendapat dua tokoh mazhab hukum itu ditengahi oleh Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780-855 M).
Di samping empat pendiri mazhab besar tersebut, pada masa pemerintahan Bani Abbas banyak mujtahid mutlak lain yang mengeluarkan pendapatnya secara bebas dan mendirikan mazhabnya pula. Akan tetapi, karena pengikutnya tidak berkembang, pemikiran dan mazhab itu hilang bersama berlalunya zaman.
Aliran-aliran teologi sudah ada pada masa Bani Umayyah, seperti Khawarij, Murjiah, dan Mu’tazilah. Akan tetapi, perkembangan pemikirannya masih terbatas. Teologi rasional Mu’tazilah muncul di ujung pemerintahan Bani Umayyah. Namun, pemikiran-pemikirannya yang Iebih kompleks dan sempurna baru dirumuskan pada masa pemerintahan Bani Abbas periode pertama, setelab terjadi kontak dengan pemikiran Yunani yang membawa pemikiran rasional dalam lsIam Tokoh perumus pemikiran Mu’tazilah yang terbesar adalah Abu Al-Huzail Al-Allaf(135-235 H/752-849 M) dan Al-Nazzam (185-221 11/801-835 M). Asy’ariyah, aliran tradisional di bidang teologi yang dicetuskan oleh Abu Al-Hasan Al-Asy’ari (873-935 M) yang lahir pada masa masa Abbas ini juga banyak sekali terpengaruh oleh logika Yunani. ini terjadi, karena Al-Asy’ari sebelumnya adalah pengikut Mu’tazilah. Hal yang sama berlaku pula dalam bidang sastra. Penulisan hadis, juga berkembang pesat pada masa Bani Abbas. Hal itu mungkin terutama disebabkan oleh tersedianya fasilitas dan transportasi, sehingga, memudahkan para pencari dan penulis hadis bekerja.
Pengaruh gerakan terjemahan terlihat dalam perkembangan ilmu pengetahuan umum, terutama di bidang astronomi, kedokteran, filsafat, kimia, dan sejarah.
Dalam lapangan astronomi terkenal nama Al-Fazari sebagai astronomi Islam yang pertama kali menyuSUn astrOlObe. Al-Fargani. yang dikenal di Eropa dengan nama AiFaragnUS, menulis ringkasan ilmu astrOnomi yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin oleh Gerard Cremona dan Johannes Hispalensis.
Dalam lapangan kedOkteran dikenal nama Al-Razi dan Ibn Sina. Al-Razi adalah tokoh pertarma yang membedakan antara penyakit cacar dengan measles. Dia juga orang pertama yang menyusun buku mengenai kedokteran anak. Sesudahnya, ilmu kedokteraan berada di tangan ibn Sina. Ibn Sina yang juga seorang filosof, berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Di antara karyanya adalah al-Qanün fi al-Thibb yang merupakan ensiklopedi kedokteran paling besar dalam sejarah.
Dalam bidang optika Abu Ali Al-Hasan ibn Al-Haythami, yang di Eropa dikenal dengan nama Alhazen, terkenal sebagai orang yang menentang pendapat bahwa, mata mengirim cahaya ke benda yang dilihat. Menurut teorinya — yang kemudian terbukti kebenarannya — bendalah yang mengirim cahaya ke mata.
Di bidang kimia, terkenal nama Jabir ibn Hayyan. Dia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah menjadi emas atau perak dengan mencampurkan suatu zat tertentu.
Di bidang matematika terkenal nama Muhammad ibn Musa Al Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi. Dialah - yang menciptakan ilmu aijabar. Kata “aijabar” berasal dari judul bukunya, al-Jabr wa al-Muqabalah.
Dalam bidang sejarah terkenal nama Al-Mas’udi. Diajuga ahli dalam ilmu geografi. Di antara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir.
Tokoh-tokoh terkenal dalam bidang filsafat, antara lain Al Farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd. A1-Farabi banyak menulis buku tentang filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasl terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang filsafat. Yang terkenal di antaranya ialah al-Syifa’. Ibn Rusyd yang di Barat Iebih dikenal dengan nama Averroes, banyak berpengaruh di barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme.
Demikianlah kemajuan potitik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa keemasan, kejayaan, dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama. Namun sayang, setelah periode ini berakhir, Islam mengalami masa kemunduran.
Advertisement